Mengenang Kejayaan Timnas

Saat ini yang dapat kita lakukan adalah hanya bernostalgia. Nostalgia bahwa Indonesia (Hindia Belanda) pernah ikut pada putaran final Piala Dunia 1938 di Perancis, meski pada pertandingan pertama langsung kalah 0-6 dari Hongaria. Pemberangkatan tim ini pun konon juga bermasalah, karena adanya konflik antara NIVU (Nederlandsche Indische Voetbal Unie) atau Organisasi Sepakbola Hindia-Belanda di Batavia yang bersitegang dengan PSSI (Persatuan Sepakraga Seluruh Indonesia) yang telah berdiri 19 April 1930 dan diketuai Soeratin Sosrosoegondo. (denoutomobanget.blogspot.com).
Ternyata, dari sejak zaman sebelum merdeka pun PSSI sudah sering berkonflik dengan pemerintah hehe… Terlepas dari itu semua, setidaknya kita boleh berbangga bahwa kita lebih dulu masuk Piala Dunia dibanding negara Asia lainnya, Jepang sekalipun. Achmad Nawir dkk dengan gagah meladeni Hongaria pada saat itu.
Video kenangan Hindia Belanda (Indonesia) vs Hongaria https://www.youtube.com/watch?v=ZNcUbvqDnCQ
Indonesia-Hongarije 0-6, Kalah Sasoedahnja Kasi Perlawanan Gagah, begitu tulis sebuah koran saat itu.
Setelah kemerdekaan, tentu kita sering mendengar cerita tentang Timnas di Olimpiade Melbourne 1956. Merangsek ke Olimpiade Melbourne pada 1956, tim Garuda seolah terbang tinggi dengan kedua sayapnya. Mendapat bye pada babak pertama, akhirnya Ramang dkk harus berhadapan dengan Uni Soviet pada fase perempat final. Waktu itu Uni Soviet diperkuat oleh kiper nomor 1 se-jagat raya Lev Yasin. Hebatnya, pertandingan berakhir imbang 0-0. Akhirnya Uni Soviet berhasil menyingkirkan Indonesia 0-4 pada pertandingan replay 2 hari kemudian.
Dikutip dari kompas.com, memperingati 25 tahun meninggalnya Ramang, situs FIFA pernah mengulas tentang kehebatan Ramang ini dalam tulisannya. Meski pada akhirnya Indonesia bertekuk lutut 4-0 atas Uni Soviet, tapi hasil itu sudah dianggap sebagai dakian tertinggi Merah-Putih sepanjang sejarah.
“Bek-bek uni Soviet yang bertubuh raksasa langsung terbangun saat Ramang, penyerang lubang bertubuh kecil, melewati dua dari mereka dan memaksa (kiper Lev) Yashin melakukan penyelamatan dengan tepisan,” demikian tulis FIFA dalam artikelnya.
“Dan meski tim Gavril Kachalin memegang kendali penguasaan bola setelahnya, mereka dibuat frustrasi oleh kegagalan mereka menjebol gawang tim underdog dan oleh skill Ramang dalam serangan balik.”
“Pemain berusia 32 tahun (Ramang) hampir saja membuat Indonesia unggul, yang bakal menjadi puncak kejutan, pada menit ke-84 andai saja tendangannya tidak ditahan pria yang dikenal luas sebagai kiper terhebat dalam sejarah sepak bola,” lanjut FIFA.
“Jika Uni Soviet belum tahu siapa Ramang sebelum laga tersebut, mereka tentu saja memberi perhatian padanya menjelang laga ulangan.”
“Begitu besar perhatian mereka (kepada Ramang) (pada laga ulangan itu) Kachalin memerintahkan (Igor) Netto, playmaker tim (Uni Soviet), agar tampil dengan peran lebih defensif untuk.
menetralisir dampak pemain Indonesia bernomor 11 (Ramang). (Taktik) itu ada hasilnya. Uni Soviet menang 4-0.”
Kenangan manis setelah itu adalah pada pentas Sea Games 1987 dimana Indonesia menjadi tuan rumah. Medali emas pun berhasil dipersembahkan oleh Herry Kiswanto dkk dibawah asuhan pelatih lokal tersukses saat menangani timnas yakni Bertje Matulapelwa (alm). Kala itu, tim yang terdiri dari Ponirin Meka, Jaya Hartono, Robby Darwis, Herry Kiswanto, Marzuki Nyak Mad, Sutrisno, Budi Wahyono, Patar Tambunan, Nasrul Koto, Rully Nere, Azhary Rangkuti, Ricky Yakobi, Ribut Waidi sukses megatasi perlawanan Harimau Malaya dengan skor 1-0. Akhirnya Indonesia Raya pun berkumandang.

Herry Kiswanto, Robby Darwis, Ponirin Mekka, Ricky Yakobi, Patar Tambunan adalah sederet nama yang ikut mempersembahkan medali emas pertama tersebut. (Dok Bola)
Herry Kiswanto, Robby Darwis, Ponirin Mekka, Ricky Yakobi, Patar Tambunan adalah sederet nama yang ikut mempersembahkan medali emas pertama tersebut. (Dok Bola)

Bahkan sebelumnya pada Asian Games 1986 tim ini berhasil melangkah ke Semi Final setelah dihentikan tuan rumah Korea Selatan yang akhirnya menjadi juara. Pencapaian yang rasanya sangat sulit untuk diulang di masa sekarang.
Setelah sempat gagal di Sea Games 1989 (hanya peringkat ke-3) akhirnya prestasi emas kembali diukir timnas merah putih pada Sea Games 1991 di Manila. Kala itu timnas dilatih oleh pelatih asal Rusia Anatoli Polosin. Dengan kekuatan fisik hasil didikan pelatih Rusia ini, Ferryl Raimond Hattu dkk bak mempunyai tenaga kuda dan tidak dapat ditahan tim manapun di Asia Tenggara, termasuk Thailand yang dikalahkan di final dengan 4-3 (adu pinalti).
Pasukan merah putih kala itu Aji Santoso, Bambang Nurdiansyah, Eddy Harto, Erick Ibrahim, Ferryl Raymond Hattu, Hanafing, Heriansyah, Herry Setiawan, Kashartadi, Maman Suryaman, Peri Sandria, Rochy Putiray, Robby Darwis, Salahuddin, Sudirman, Toyo Haryono, Widodo C Putro, Yusuf Ekodono.
Setelah tahun 1991, praktis tidak ada lagi piala dari ajang bergengsi yang berhasil dikoleksi tim merah putih. Pasca-euforia itu, Indonesia bagaikan mengalami hibernasi. Piala bagaikan barang langka buat timnas sepakbola kita. Kita yang katanya dulu dipandang sebagai Macan Asia kini tampak tertidur pulas dan tak mampu bangkit. Sempat beberapa kali menjadi finalis Sea Games maupun Piala AFF, toh semua semua akhirnya berujung kegagalan.
Boro-boro memikirkan prestasi, saat ini persepakbolaan kita malah sedang kisruh, kegiatan kompetisi semua level terhenti. Pemerintah (Menpora) tidak mengakui kepengurusan PSSI yang baru saja terbentuk. La Nyala dkk meradang, FIFA sudah mengirimkan surat yang berisi deadline penyelesaian konflik yakni tanggal 29 Mei 2015.
Konflik serupa pernah terjadi tahun 2012 saat itu antara PSSI dan KPSI hingga akhirnya terjadi dualisme liga IPL dan ISL. Salah satu pengaruh nyata konflik waktu itu adalah pengiriman Timnas ke Piala AFF 2012. Timnas besutan Nil Maizar (dengan materi seadanya karena konflik PSSI – KPSI) akhirnya terhenti di babak penyisihan (peringkat 3).
Lalu sampai kapan ? Kami rindu prestasi, bukan kericuhan. Yang bisa kita lakukan hanya mengenang, nostalgia kejayaan timnas saja, sambil melihat mereka menonjolkan uratnya berdebat di TV. Salah kah jika kita menagih prestasi ?
Wassalam

2 thoughts on “Mengenang Kejayaan Timnas”

Leave a comment