Category Archives: Olah Raga

Promosi Pariwisata Melalui Sepakbola

Promosi Azerbaijan di Atletico Madrid
Promosi Azerbaijan di Atletico Madrid

Sungguh ironis ketika kita selalu membangga-banggakan negara kita adalah negara yang indah, kaya budaya, penuh keramahan, tapi hanya bisa mendatangkan 9,4 juta wisatawan mancanegara (wisman) dalam tahun 2014. Kalah dibanding tetangga kita Singapura 11,8 juta dan Malaysia 27,4 juta. Malaysia bahkan menduduki peringkat pertama diantara negara ASEAN lainnya, sudah menyalip Thailand yang hanya 24,7 juta yang kini berada pada urutan ke-2. Ya, suka tidak suka kita harus menerima kenyataan bahwa turis asing lebih memilih datang ke Malaysia, Thailand dan Singapura daripada ke Indonesia. (Data : Wikipedia)

Pencapaian Malaysia tentu tidak diperoleh dengan serta-merta. Banyak hal yang telah mereka lakukan dari mulai menciptakan ikon-ikon baru semisal Twin Tower Petronas, Genting Highland, hingga kampanye promosi wisatanya yang sangat gencar. Kampanye Malaysia Truly Asia, meski diprotes beberapa negara Asia lainnya, toh tidak menggoyahkan mereka untuk terus melaju. Sungguh menyakitkan memang, orang Eropa lebih mengenal Malaysia dan Singapura dibanding Indonesia secara luasan wilayahnya jauh lebih besar. Bahkan ada perbandingan yang lebih menyakitkan , yakni total wisman yang datang ke Indonesia tahun 2013 adalah 8,8 jt, kalah dengan jumlah wisman yang mengunjungi Pulau Phuket, satu pulau di Thailand. Tahun 2013 wisman yang berkunjung ke Phuket 9,5 jt.

Kampanye pariwisata memang tidak murah, bahkan boleh dibilang mahal. Kementerian Pariwisata Indonesia mentargetkan 20 juta wisman mengunjungi Indonesia tahun 2020 nanti. Kelihatannya jumlah yang sangat besar, akan tetapi jika dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand, mereka sudah beberapa tahun mencapai jumlah di atas 20 juta wisatawan. Kita bahkan baru mencanangkan target 20 juta untuk 5 tahun ke depan.

Target 20 juta wisman tentu memerlukan kerja keras dan kerja sama. Kerja sama yang dimaksud adalah kerja sama dengan faktor-faktor yang berada di luar kendali kementerian semisal infrastruktur, konektivitas penerbangan dan kesiapan daerah. Dalam bidang promosi, salah satu inovasi yang bisa dilakukan adalah mempromosikan Indonesia melalui olah raga, dan olah raga yang paling populer di dunia adalah sepakbola. Meski hal ini bukan murni inovasi, bahkan bisa dibilang mencontoh, namun rasanya masih layak untuk dilakukan.

Sepak bola saat ini telah menjelma menjadi industri dengan perputaran uang yang luar biasa besar. Transfer dan gaji pemain yang fantastis, nilai kontrak sponsor yang besar, belum lagi kontrak siaran langsung televisi, pun sebanding dengan jumlah penonton yang sudah melewati batasan negara. Maka tidak heran banyak merek yang berlomba-lomba mempromosikan produknya melalui sepakbola, yakni menjadi sponsor klub-klub besar Eropa agar bisa memasang logonya di jersey mereka. Samsung pernah hinggap di dada pemain Chelsea, hingga akhirnya digantikan Yokohama Tyre, Fly Emirates di Arsenal, PSG dan AC Milan, Standard Chartered di Liverpool, Pirelli di Inter Milan, Qatar Airways di Barcelona, Etihad Airways di Manchester City hingga Chevrolet di Manchester United.
Jika kita perhatikan, tidak hanya merek produk yang nampang di jersey klub sepak bola. Di dada jersey dua klub Spanyol, Sevilla dan Atletico Madrid terpampang tulisan “Visit Malaysia” dan “Azerbaijan Land of Fire”. Juga klub Cardiff City di Divisi Championship Liga Primer Inggris. Malaysia dan Azerbaijan tentu bukan produk elektronik, maskapai penerbangan, ban maupun minuman berenergi. Sebagaimana kita ketahui, keduanya adalah nama negara.

Promosi Wisata Malaysia di Sevilla
Promosi Wisata Malaysia di Sevilla

Adanya nama Malaysia dan Azerbaijan di jersey dua klub Spanyol itu merupakan hasil kerja dewan (ataupun kementerian) pariwisata masing-masing negara. Tentu ada dana yang digelontorkan untuk bisa melakukannya. Tidak diketahui secara pasti nilai sponsorship Malaysia, tapi umumnya besaran dana itu ada pada kisaran jutaan dolar Amerika. Sementara kabarnya Azerbaijan melalui Dewan Pariwisata Azerbaijan sedikitnya mengeluarkan 12 juta euro untuk menjadi sponsor Atletico Madrid musim 2013/2014.

Langkah Malaysia terbilang cukup menarik. Selain mungkin karena ikatan emosional antara Malaysia dengan Inggris, yakni karena Malaysia merupakan anggota negara persemakmuran. Kita bisa saksikan, selain brand Malaysia yang muncul di klub Cardiff City, beberapa perusahaan yang identik dengan Malaysia juga aktif melakukan promosi melalui sepakbola. Air Asia yang notabene milik pengusaha Malaysia Tony Fernandes dan identik dengan Malaysia tentunya dengan gagah bertengger di jersey klub Queen Park Rangers (QPR). Tidak mengherankan karena memang QPR juga milik Tony Fernandes. Malaysia Airlines pun pernah menjalin kerja sama dengan QPR pada musim 2011/2012 dengan memasang logo maskapai di jersey home. Belum lagi Genting Casino yang juga pernah hinggap di dada para pemain Aston Villa. Jadi tidak mengherankan saat kita menonton siaran pertandingan Liga Primer, banyak sekali bersliweran brand-brand negara tetangga tersebut. Dapat dimaklumi jika brand awareness Malaysia jauh lebih kuat daripada Indonesia.

Potensi menjual merek lewat sepak bola sangatlah besar. Pertandingan sepakbola liga-liga Eropa ini disaksikan jutaan pasang mata di seluruh penjuru dunia, pernak-pernik merchandise-nya pun tersebar sampai ke sudut-sudut paling terpencil, baik itu merchandise resmi maupun bajakan. Indonesia sebenarnya bisa saja meniru langkah Azerbaijan dan Malaysia dalam rangka mencapai target wisman pada 2020 tersebut. Dengan disaksikan jutaan pasang mata saat pertandingan, tentu ini akan menjadi promosi efektif untuk meningkatkan brand awaress. Orang Eropa tahu Bali, tapi tidak dengan Indonesia.

Garuda Indonesia di Jersey Latihan Liverpool FC
Garuda Indonesia di Jersey Latihan Liverpool FC

Secercah harapan muncul ketika Garuda Indonesia, maskapai plat merah melakukan kerja sama dengan Liverpool, sebuah klub besar di Liga Inggris. Memang prestasi Liverpool sedang menurun, akan tetapi jumlah pendukung Liverpool di seluruh dunia sangatlah besar dan ini yang dibaca oleh manajemen Garuda Indonesia. Meski masih “malu-malu”, kita sudah bisa melihat Logo Garuda Indonesia di jersey latihan dan pemain cadangan Liverpool. Di A-board (papan reklame) elektronik pinggir lapangan pun secara periodik menayangkan iklan Garuda Indonesia.

Disamping pemasangan logo dan nama pada papan reklame, kerjasama sponsorship juga dilakukan dengan menjadikan Garuda Indonesia sebagai maskapai penerbangan resmi untuk tur pra-musim Liverpool FC ke kawasan Asia, terutama pada rute penerbangan yang telah dioperasikan oleh Garuda Indonesia seperti ke Indonesia, Malaysia, Singapore, Thailand, Jepang, China, Korea, Hong Kong dan Taiwan.

Tujuan dari kerjasama tersebut bagi Garuda Indonesia adalah sebagai strategi untuk meningkatkan brand awareness Garuda Indonesia di Benua Eropa. Ya, meski belum menjadi sponsor besar di Liverpool sehingga berhak tampil di jersey utama, paling tidak dengan berseliweran merek atau kata Indonesia di stadion dan layar kaca, nama Indonesia pasti akan makin dikenal.
Semoga langkah Garuda Indonesia menjalin kerja sama dengan klub Liverpool dapat diikuti oleh Kementerian Pariwisata Indonesia sehingga Indonesia segera dikenal dan menjadi tujuan kunjungan wisatawan Eropa sesuai harapan kita, sehingga target wisman yang telah dicanangkan bisa tercapai lebih cepat.

Sumber :
Rappler.com
Detik.com
Wikipedia

Indonesia Masih Sibuk Urusan Organisasi, Tetangga Sudah Ke Piala Dunia

Dalam era modern, hingga saat ini memang benar belum satupun negara Asean berhasil menembus putaran final Piala Dunia. Semua selalu gagal bersaing dalam babak kualifikasi melawan negara-negara Asia Timur dan Timur Tengah. Lalu apa maksud judul saya di atas ?

Ya, Myanmar memang tidak lolos Piala Dunia Senior, tapi mereka lolos ke putaran Final Piala Dunia U-20 di Selandia Baru yang akan mulai berlangsung akhir Mei ini. Terlepas dari sorotan dunia terkait kasus Rohingya, mereka berhasil mencicipi kerasnya persaingan Piala Dunia, terlepas itu Piala Dunia U-20, bukan Piala Dunia Senior. Mereka sudah menyalip Evan Dimas dkk menuju Selandia Baru. Kita tunggu saja kiprah mereka beberapa hari mendatang.

Thailand, ada apa dengan Timnas negara ini ? Lolos ke Piala Dunia mana ? Ya, Timnas Thailand lolos menujuPiala Dunia Wanita 2015 yang akan mulai 6 Juni 2015 di Kanada. Meski kalah bergengsi dibanding Piala Dunia Pria, tentu ini menjadi bukti bahwa kita sudah sangat jauh tertinggal. Nggak usah membandingkan dengan Jepang, China atau Korea, cukuplah dengan Thailand dan Myanmar.

Timnas Sepakbola Wanita Thailand yang lolos ke Piala Dunia Kanada 2015 (gosipbola.co)
Timnas Sepakbola Wanita Thailand yang lolos ke Piala Dunia Kanada 2015 (gosipbola.co)

Ada yang masih ingat hasil Timnas Puteri Indonesia dalam 2015 AFF Women’s Championship di Vietnam beberapa waktu lalu ? Saya sampai nggak tega menuliskan skornya.

Indonesia vs Laos (0-2)

Indonesia vs Thailand (1-10)

Indonesia vs Australia U-20 (0-7)

Bukan hanya gagal total, tapi memalukan. Tentu kita  tidak bisa serta merta menyalahkan Rully Nere sebagai pelatih dan seluruh pemain. Bagaimana mau berprestasi, kompetisi sepakbola wanita saja tidak berjalan. Tengok saja, PSSI nyaris tidak memberikan perhatian pada sepakbola wanita. Adakah pernah mendengar liga sepakbola wanita di Indonesia ? Turnamen sepakbola wanita memang ada meskipun dilakukan secara sporadis. Siapapun pelatihnya tentu akan kebingungan memilih pemain.

Kembali ke Timnas Putri Thailand. Undian pembagian group sudah dilakukan, dan hasilnya Thailand tergabung di Group B dengan Jerman, Pantai Gading dan Norwegia. So, kita tunggu saja kiprah Negara yang sering mempermalukan negara kita dalam urusan sepakbola ini.

Belum cukup sampai disitu saja. Untuk Timnas Putra, usai menjuarai Piala AFF ke-4 kalinya pada akhir tahun 2014 lalu, pelatih Timnas Thailand yang dijuluki Zico-nya Asia Thailand Kiatisuk Senamuang  sudah menargetkan masuk Putaran Final Piala Dunia. Mantan pemain nasional timnas Gajah Putih itu meminta pendukung setia Thailand untuk bersabar. Di bawah komandonya sangat mungkin Thailand menjadi negara ASEAN pertama yang bakal mencicipi ketatnya ajang Piala Dunia.

Thailand begitu digdaya digelaran Piala AFF 2014 setelah mengalahkan Malaysia dengan agregat 4-3. Kiatisuk sendiri menjadi orang pertama yang sukses menjadi pemain dan pelatih yang bisa meraih gelar Piala AFF.  Sementara Indonesia berhasil menjadi Negara dengan gelar Runner Up terbanyak yaitu 4 kali J

Kembali ke Indonesia, boro-boro memikirkan prestasi, target piala dunia atau piala Asia, semua masih sibuk berantem, mempertahankan egonya masing-masing, demi kepentingan masing-masing.

Belum genap seminggu Persipura gagal menjamu Pahang FA gara-gara urusan visa pemain. Lalu semua merasa benar, terus siapa yang salah ? hantu ? setan ? atau kambing ? Sungguh lucu negara kita ini, sekedar mengaku salah dan bertanggung jawab saja tidak ada yang berani.

Lalu kemarin sore daftar kesedihan kita bertambah, Persib Bandung terlempar dari gelaran Piala AFC setelah dibekap wakil Hongkong, Kitchee didepan bobotoh. Persipura pun nasibnya tidak jelas dengan gagalnya pertandingan melawan Pahang FA.

Aghhrrrr…. PSSI

Note : Tulisan yang sama saya share di Kompasiana 

Mengenang Kejayaan Timnas

Saat ini yang dapat kita lakukan adalah hanya bernostalgia. Nostalgia bahwa Indonesia (Hindia Belanda) pernah ikut pada putaran final Piala Dunia 1938 di Perancis, meski pada pertandingan pertama langsung kalah 0-6 dari Hongaria. Pemberangkatan tim ini pun konon juga bermasalah, karena adanya konflik antara NIVU (Nederlandsche Indische Voetbal Unie) atau Organisasi Sepakbola Hindia-Belanda di Batavia yang bersitegang dengan PSSI (Persatuan Sepakraga Seluruh Indonesia) yang telah berdiri 19 April 1930 dan diketuai Soeratin Sosrosoegondo. (denoutomobanget.blogspot.com).
Ternyata, dari sejak zaman sebelum merdeka pun PSSI sudah sering berkonflik dengan pemerintah hehe… Terlepas dari itu semua, setidaknya kita boleh berbangga bahwa kita lebih dulu masuk Piala Dunia dibanding negara Asia lainnya, Jepang sekalipun. Achmad Nawir dkk dengan gagah meladeni Hongaria pada saat itu.
Video kenangan Hindia Belanda (Indonesia) vs Hongaria https://www.youtube.com/watch?v=ZNcUbvqDnCQ
Indonesia-Hongarije 0-6, Kalah Sasoedahnja Kasi Perlawanan Gagah, begitu tulis sebuah koran saat itu.
Setelah kemerdekaan, tentu kita sering mendengar cerita tentang Timnas di Olimpiade Melbourne 1956. Merangsek ke Olimpiade Melbourne pada 1956, tim Garuda seolah terbang tinggi dengan kedua sayapnya. Mendapat bye pada babak pertama, akhirnya Ramang dkk harus berhadapan dengan Uni Soviet pada fase perempat final. Waktu itu Uni Soviet diperkuat oleh kiper nomor 1 se-jagat raya Lev Yasin. Hebatnya, pertandingan berakhir imbang 0-0. Akhirnya Uni Soviet berhasil menyingkirkan Indonesia 0-4 pada pertandingan replay 2 hari kemudian.
Dikutip dari kompas.com, memperingati 25 tahun meninggalnya Ramang, situs FIFA pernah mengulas tentang kehebatan Ramang ini dalam tulisannya. Meski pada akhirnya Indonesia bertekuk lutut 4-0 atas Uni Soviet, tapi hasil itu sudah dianggap sebagai dakian tertinggi Merah-Putih sepanjang sejarah.
“Bek-bek uni Soviet yang bertubuh raksasa langsung terbangun saat Ramang, penyerang lubang bertubuh kecil, melewati dua dari mereka dan memaksa (kiper Lev) Yashin melakukan penyelamatan dengan tepisan,” demikian tulis FIFA dalam artikelnya.
“Dan meski tim Gavril Kachalin memegang kendali penguasaan bola setelahnya, mereka dibuat frustrasi oleh kegagalan mereka menjebol gawang tim underdog dan oleh skill Ramang dalam serangan balik.”
“Pemain berusia 32 tahun (Ramang) hampir saja membuat Indonesia unggul, yang bakal menjadi puncak kejutan, pada menit ke-84 andai saja tendangannya tidak ditahan pria yang dikenal luas sebagai kiper terhebat dalam sejarah sepak bola,” lanjut FIFA.
“Jika Uni Soviet belum tahu siapa Ramang sebelum laga tersebut, mereka tentu saja memberi perhatian padanya menjelang laga ulangan.”
“Begitu besar perhatian mereka (kepada Ramang) (pada laga ulangan itu) Kachalin memerintahkan (Igor) Netto, playmaker tim (Uni Soviet), agar tampil dengan peran lebih defensif untuk.
menetralisir dampak pemain Indonesia bernomor 11 (Ramang). (Taktik) itu ada hasilnya. Uni Soviet menang 4-0.”
Kenangan manis setelah itu adalah pada pentas Sea Games 1987 dimana Indonesia menjadi tuan rumah. Medali emas pun berhasil dipersembahkan oleh Herry Kiswanto dkk dibawah asuhan pelatih lokal tersukses saat menangani timnas yakni Bertje Matulapelwa (alm). Kala itu, tim yang terdiri dari Ponirin Meka, Jaya Hartono, Robby Darwis, Herry Kiswanto, Marzuki Nyak Mad, Sutrisno, Budi Wahyono, Patar Tambunan, Nasrul Koto, Rully Nere, Azhary Rangkuti, Ricky Yakobi, Ribut Waidi sukses megatasi perlawanan Harimau Malaya dengan skor 1-0. Akhirnya Indonesia Raya pun berkumandang.

Herry Kiswanto, Robby Darwis, Ponirin Mekka, Ricky Yakobi, Patar Tambunan adalah sederet nama yang ikut mempersembahkan medali emas pertama tersebut. (Dok Bola)
Herry Kiswanto, Robby Darwis, Ponirin Mekka, Ricky Yakobi, Patar Tambunan adalah sederet nama yang ikut mempersembahkan medali emas pertama tersebut. (Dok Bola)

Bahkan sebelumnya pada Asian Games 1986 tim ini berhasil melangkah ke Semi Final setelah dihentikan tuan rumah Korea Selatan yang akhirnya menjadi juara. Pencapaian yang rasanya sangat sulit untuk diulang di masa sekarang.
Setelah sempat gagal di Sea Games 1989 (hanya peringkat ke-3) akhirnya prestasi emas kembali diukir timnas merah putih pada Sea Games 1991 di Manila. Kala itu timnas dilatih oleh pelatih asal Rusia Anatoli Polosin. Dengan kekuatan fisik hasil didikan pelatih Rusia ini, Ferryl Raimond Hattu dkk bak mempunyai tenaga kuda dan tidak dapat ditahan tim manapun di Asia Tenggara, termasuk Thailand yang dikalahkan di final dengan 4-3 (adu pinalti).
Pasukan merah putih kala itu Aji Santoso, Bambang Nurdiansyah, Eddy Harto, Erick Ibrahim, Ferryl Raymond Hattu, Hanafing, Heriansyah, Herry Setiawan, Kashartadi, Maman Suryaman, Peri Sandria, Rochy Putiray, Robby Darwis, Salahuddin, Sudirman, Toyo Haryono, Widodo C Putro, Yusuf Ekodono.
Setelah tahun 1991, praktis tidak ada lagi piala dari ajang bergengsi yang berhasil dikoleksi tim merah putih. Pasca-euforia itu, Indonesia bagaikan mengalami hibernasi. Piala bagaikan barang langka buat timnas sepakbola kita. Kita yang katanya dulu dipandang sebagai Macan Asia kini tampak tertidur pulas dan tak mampu bangkit. Sempat beberapa kali menjadi finalis Sea Games maupun Piala AFF, toh semua semua akhirnya berujung kegagalan.
Boro-boro memikirkan prestasi, saat ini persepakbolaan kita malah sedang kisruh, kegiatan kompetisi semua level terhenti. Pemerintah (Menpora) tidak mengakui kepengurusan PSSI yang baru saja terbentuk. La Nyala dkk meradang, FIFA sudah mengirimkan surat yang berisi deadline penyelesaian konflik yakni tanggal 29 Mei 2015.
Konflik serupa pernah terjadi tahun 2012 saat itu antara PSSI dan KPSI hingga akhirnya terjadi dualisme liga IPL dan ISL. Salah satu pengaruh nyata konflik waktu itu adalah pengiriman Timnas ke Piala AFF 2012. Timnas besutan Nil Maizar (dengan materi seadanya karena konflik PSSI – KPSI) akhirnya terhenti di babak penyisihan (peringkat 3).
Lalu sampai kapan ? Kami rindu prestasi, bukan kericuhan. Yang bisa kita lakukan hanya mengenang, nostalgia kejayaan timnas saja, sambil melihat mereka menonjolkan uratnya berdebat di TV. Salah kah jika kita menagih prestasi ?
Wassalam

Sepakbola Indonesia (Kapan Jaya ?)

Indonesia vs Kuwait

Masih ingat kartu merah yang diterima Ismed Sofyan pada Laga Pra Piala Asia 2011 antara Indonesia vs Kuwait pada 18/11/2009 yang lalu ? Lalu kartu merah Ilham Jaya Kesuma pada Piala Tiger 2005 pada saat melawan Kamboja yg lalu ? Itu hanya segelintir contoh bahwa pemain-pemain kita cenderung terbiasa bermain kasar, melakukan hal-hal yang gak perlu. Konyolnya pada pertandingan domestik (baca : LSI) hal tersebut dimaafkan atau tidak dikasih kartu oleh wasit. Pemain kita terbiasa seperti itu sehingga pada saat melakukan pertandingan internasional sering melakukan hal-hal bodoh yang seharusnya tidak dilakukan. Gara-gara hanya dengan 10 pemain, Indonesia akhirnya harus kehilangan poin penuh saat menjamu Kuwait. Atau Ilham akhirnya tidak bisa main di Final Piala Tiger 2005, meski akhirnya kalah melawan Singapura.

Siapa yang salah ? Wasit punya peranan dalam pembentukan karakter pemain. Mereka tidak tegas. Contoh dengan mata-kepala sendiri, tanggal 16 Nop 2009 kemarin saya nonton laga Divisi Satu antara Barito Putera Banjarmasin vs Persepar Palangkaraya.  Perkelahian, saling pukul, tendang tanpa berbuah kartu merah. Wasitnya gak ngerti peraturan, atau takut dengan pressure penonton. Sangat mengecewakan. Sudah lapangannya becek karena hujan, tidak rata sehingga bola sering memantul dan liar. Ini membuat bola sangat susah dikuasai, sehingga pemain lebih sering mengangkat kaki tinggi2. Alih2 mendapat tontonan sepakbola indah, yang ada cuma main tebas yang sangat berbahaya bagi lawan. Miris, sedit liat sepakbola kita seperti itu.

Jadi setelah wasit, adalah lapangan yang sangat tidak memenuhi syarat bagi permainan sepakbola, apalagi untuk laga international. Mungkin bisa dihitung dengan jari telunjuk stadion mana yang memenuhi syarat, minimal rumputnya rata. Kita bisa melihat pertandingan Liga Inggris yang menawan, Liga Spanyol yang indah, salah satunya karena rumput stadion yang rata. Bola mengalir deras, mudah dikontrol sehingga tidak banyak pelanggaran.

Jadi kalo infrastrukturnya aja kagak beres, mustahil kita akan berprestasi.

Pusing saya liat sepakbola Indonesia, meski saya sangat cinta Indonesia. Bravo Sepakbola Indonesia.

Hasil Maksimal

Merepotkan pertahanan Oman
Merepotkan pertahanan Oman

Muschat, Oman

Kali ini saya sedikit tersenyum, meski bukan kemenangan yang diperoleh, tapi paling tidak 1 poin berhasil diperoleh Tim Nas. Menahan Juara Piala Teluk 2009 adalah sesuatu yang bisa mengobati dahaga kemenangan seluruh Rakyat Indonesia.

Sumber : Bola Sportsline,

Langkah bagus dibuat tim Indonesia dalam laga perdana Pra-Piala Asia 2011. Bertandang ke Oman dalam pertandingan Grup B di Stadium Sultan Qaboos Sports Complex, Senin (19/1). Indonesia mampu mencuri satu poin saat menahan imbang tanpa gol juara Piala Teluk itu. Meski bermain dihadapan pendukung Oman. Tim Indonesia mampu mengimbangi kehebatan tuan rumah. Sejumlah peluang mampu diperoleh Boaz Salossa dan Bambang Pamungkas. Sayang, tendangan plesing Boaz masih dapat dipatahkan kiper Ali Al Habsi. Begitu juga tendangan keras Bambang masih mampu dipatahkan Al Habsi. Akhir babak pertama tidak ada gol yang tercipta. Memasuki 45 menit kedua, Oman mulai meningkatkan daya serang. Namun, serangkaian peluang yang diperoleh Ismail Al Ajmi dkk., masih mampu dipatahkan kiper Markus Horison. Akibat tidak mampu membobol gawang Indonesia. Tim arahan pelatih Claude Le Roy itu mulai bermain kasar. Alhasil, sejumlah kartu kuning harus dikeluarkan wasit. Hingga akhir laga Oman tidak mampu mencetak gol guna meraih poin maksimal. Sementara hasil imbang telah cukup bagi Indonesia guna menghadapi pertandingan selanjutnya. Pada Rabu (28/1) pasukan Benny Dolo akan menjamu tim kuat Australia di Stadion Utama Jakarta.

Sempat membahayakan gawang Oman
Sempat membahayakan gawang Oman

Kita doakan saja, semoga hasil maksimal bisa diperoleh. Saya sudah capek menghujat Tim Nas.

Kutukan PIALA TIGER (AFF CUP)

Pelajaran Main Bola Yang Baik Dari Tetangga
Pelajaran Main Bola Yang Baik Dari Tetangga

Semenjak Turnamen ini digelar, belum pernah Indonesia merasakan sebagai juara. Meski beberapa kali masuk Grand Final tapi selelu kalah.

Dan tahun ini, meski bertindah sebagai salah satu tuan rumah, peluang untuk meraih impian itu hampir pasti gagal lagi. Mungkin keajaibanlah yang bisa membuat Indonesia bisa mengalahkan Thailand di laga kedua yang akan berlangsung di Thailand. Sedangkan, tadi malam waktu bertindak sebagai tuan rumah, kita seperti sedang belajar bermain bola. Lagi-lagi kecolongan di menit awal, sama seperti pada saat melawan Singapura beberapa waktu yang lalu. Beruntung cuma 1 gol yang bersarang di gawang Markus Horison. Bermain grogi, under pressure dan tidak cermat dengan sering melalukan kesalahan mendasar bermain bola. Dari dulu itu yang terjadi.

Ada yang berani bertaruh Indonesia bisa mengalahkan Thailand di kandangnya ?

Beberapa alternatif saran buat tim Indonesia :

– Lakukan ruatan

– Jangan memakai GBK sebagai home base

– Pake dukun banyak-banyak

– Usulkan pengurangan pemain lawan, jadi kita 11 orang, lawan 7/8 orang saja.

– Kalo tetap kalah, yah, mungkin sudah takdirnya…

Saya sedih….

Lagi-lagi (KALAH)

Pemain Singapura Merayakan Gol ke Gawang Indonesia
Pemain Singapura Merayakan Gol ke Gawang Indonesia

Baru saja gagal di Grand Royal Cup di Myanmar dengan dikalahkan 2 kali oleh Myanmar, kini Indonesai harus kembali menelan kekalahan yang ke 4 kalinya atas Singapura di ajang AFF (dahulu Piala Tiger).

Kalah dari Myanmar di Grand Royal Cup, sungguh menyesakkan. Betapa tidak, Myanmar tidak memiliki Liga Domestik sebagus kita, kalaupun punya mungkin tidak jelas di tengah situasi politik yang panas. Harusnya kita juara pada event itu. Kita sebagai penggemar dan pendukung Tim Nas Indonesia, rasanya sudah cukup lama bersabar puasa gelar. Jangankan Piala Asia, apalagi Piala Dunia (mimpi kali yee…), wong Sea Games aja sudah lama sekali tidak juara, bahkan AFF CUP belum pernah sekalipun. Liga Indonesia sudah bergulir lebih dari 10 tahun. Bahkan ada Liga Super sekarang, tapi prestasinya bak jalan di tempat. Baik itu Tim Nas, maupun juara Liga Indonesia juga tidak bisa bersaing di kancah yang lebih tinggi. Juara Liga Indonesia harusnya mampu berbicara banyak di Liga Champion Asia, tapi apa, cuma jadi pelengkap penderita, meskipun sudah pakai pemain asing, hasilnya sama saja, jadi lumbung gol buat lawan. Gak usah membandingkan dengan Jepang atau Korea Selatan, atau Negara Timur Tengah lainnya, sekarang di kawasan Asia Tenggara aja Tim Nas sudah susah bersaing. Ada Thailand, Vietnam dan sekarang Singapura. Jangan terlena pada masa lalu, pernah menahan imbang Uni Soviet dll. Dari dulu itu saja yang dikenang, dulu sudah tidak bisa jadi ukuran lagi Bung, kondisi sekarang sudah banyak berubah. Thailand masih stabil sebagai macan Asia Tenggara. Klubnya juga pernah juara Liga Champions Asia di era 90an (Thaifarmers Bank). Lha kita, katanya liganya paling top se Asia Tenggara, tapi lawan Myanmar aja kalah (memang kita berhasil membalas di Piala AFF di Jakarta). Mending gak usah ada Liga Indonesia, kalo ujung-ujungnya prestasi Tim Nas gak ada. Bukankah muara dari Liga adalah pembentukan Tim Nas yang kuat.? Jepang membuat J-League, tidak usah lama menunggu, Tim Nas Jepang sudah bisa menjuarai Piala Asia, dan masuk ke Piala Dunia.

Kami ini sudah tidak bisa bersabar lagi, prestasi adalah HARGA MATI. Tolong itu dicatet oleh Bapak-bapak di PSSI. Kalo Liga Indonesia memang tidak bisa menelorkan prestasi mungkin harus di kaji ulang. Berapa duit yang sudah dihamburkan untuk memutar Liga gak jelas ini. Beberapa klub bahkan memakai dana APBD, yang notabene itu uang rakyat, apa gak konyol. Memang sekarang sudah dilarang, tapi tetap aja di”akalin” gimana caranya sehingga duit APBD tetep bisa keluar. Belum lagi uang yang buat membayar gaji pemain asing, berapa jumlahnya, apa kontribusinya buat pemain lokal ?

Kembali lagi, muara dari Liga adalah pembentukan Tim Nas yang tangguh. Kalo sudah lebih 10 tahun liga gak beres juga, mending gak usah ada liga.

Sekarang ada kekuatan baru, namanya Singapura. Memang negara ini pake jurus instan dengan naturalisasi sekitar 7 pemain dari luar. Apakah kita mau meniru ? Tapi prestasi 2 kali juara Piala AFF adalah bukti nyata, meski kita masih bisa mencibirnya. Tapi bukan hanya mencibir, harusnya bisa memberi bukti kepada mereka, bahwa kekuatan lokal pun mampu mengalahkan mereka.

Oalah, kapan mau berprestasi ?

Saya sedih…