Tag Archives: pssi

Indonesia Masih Sibuk Urusan Organisasi, Tetangga Sudah Ke Piala Dunia

Dalam era modern, hingga saat ini memang benar belum satupun negara Asean berhasil menembus putaran final Piala Dunia. Semua selalu gagal bersaing dalam babak kualifikasi melawan negara-negara Asia Timur dan Timur Tengah. Lalu apa maksud judul saya di atas ?

Ya, Myanmar memang tidak lolos Piala Dunia Senior, tapi mereka lolos ke putaran Final Piala Dunia U-20 di Selandia Baru yang akan mulai berlangsung akhir Mei ini. Terlepas dari sorotan dunia terkait kasus Rohingya, mereka berhasil mencicipi kerasnya persaingan Piala Dunia, terlepas itu Piala Dunia U-20, bukan Piala Dunia Senior. Mereka sudah menyalip Evan Dimas dkk menuju Selandia Baru. Kita tunggu saja kiprah mereka beberapa hari mendatang.

Thailand, ada apa dengan Timnas negara ini ? Lolos ke Piala Dunia mana ? Ya, Timnas Thailand lolos menujuPiala Dunia Wanita 2015 yang akan mulai 6 Juni 2015 di Kanada. Meski kalah bergengsi dibanding Piala Dunia Pria, tentu ini menjadi bukti bahwa kita sudah sangat jauh tertinggal. Nggak usah membandingkan dengan Jepang, China atau Korea, cukuplah dengan Thailand dan Myanmar.

Timnas Sepakbola Wanita Thailand yang lolos ke Piala Dunia Kanada 2015 (gosipbola.co)
Timnas Sepakbola Wanita Thailand yang lolos ke Piala Dunia Kanada 2015 (gosipbola.co)

Ada yang masih ingat hasil Timnas Puteri Indonesia dalam 2015 AFF Women’s Championship di Vietnam beberapa waktu lalu ? Saya sampai nggak tega menuliskan skornya.

Indonesia vs Laos (0-2)

Indonesia vs Thailand (1-10)

Indonesia vs Australia U-20 (0-7)

Bukan hanya gagal total, tapi memalukan. Tentu kita  tidak bisa serta merta menyalahkan Rully Nere sebagai pelatih dan seluruh pemain. Bagaimana mau berprestasi, kompetisi sepakbola wanita saja tidak berjalan. Tengok saja, PSSI nyaris tidak memberikan perhatian pada sepakbola wanita. Adakah pernah mendengar liga sepakbola wanita di Indonesia ? Turnamen sepakbola wanita memang ada meskipun dilakukan secara sporadis. Siapapun pelatihnya tentu akan kebingungan memilih pemain.

Kembali ke Timnas Putri Thailand. Undian pembagian group sudah dilakukan, dan hasilnya Thailand tergabung di Group B dengan Jerman, Pantai Gading dan Norwegia. So, kita tunggu saja kiprah Negara yang sering mempermalukan negara kita dalam urusan sepakbola ini.

Belum cukup sampai disitu saja. Untuk Timnas Putra, usai menjuarai Piala AFF ke-4 kalinya pada akhir tahun 2014 lalu, pelatih Timnas Thailand yang dijuluki Zico-nya Asia Thailand Kiatisuk Senamuang  sudah menargetkan masuk Putaran Final Piala Dunia. Mantan pemain nasional timnas Gajah Putih itu meminta pendukung setia Thailand untuk bersabar. Di bawah komandonya sangat mungkin Thailand menjadi negara ASEAN pertama yang bakal mencicipi ketatnya ajang Piala Dunia.

Thailand begitu digdaya digelaran Piala AFF 2014 setelah mengalahkan Malaysia dengan agregat 4-3. Kiatisuk sendiri menjadi orang pertama yang sukses menjadi pemain dan pelatih yang bisa meraih gelar Piala AFF.  Sementara Indonesia berhasil menjadi Negara dengan gelar Runner Up terbanyak yaitu 4 kali J

Kembali ke Indonesia, boro-boro memikirkan prestasi, target piala dunia atau piala Asia, semua masih sibuk berantem, mempertahankan egonya masing-masing, demi kepentingan masing-masing.

Belum genap seminggu Persipura gagal menjamu Pahang FA gara-gara urusan visa pemain. Lalu semua merasa benar, terus siapa yang salah ? hantu ? setan ? atau kambing ? Sungguh lucu negara kita ini, sekedar mengaku salah dan bertanggung jawab saja tidak ada yang berani.

Lalu kemarin sore daftar kesedihan kita bertambah, Persib Bandung terlempar dari gelaran Piala AFC setelah dibekap wakil Hongkong, Kitchee didepan bobotoh. Persipura pun nasibnya tidak jelas dengan gagalnya pertandingan melawan Pahang FA.

Aghhrrrr…. PSSI

Note : Tulisan yang sama saya share di Kompasiana 

Mengenang Kejayaan Timnas

Saat ini yang dapat kita lakukan adalah hanya bernostalgia. Nostalgia bahwa Indonesia (Hindia Belanda) pernah ikut pada putaran final Piala Dunia 1938 di Perancis, meski pada pertandingan pertama langsung kalah 0-6 dari Hongaria. Pemberangkatan tim ini pun konon juga bermasalah, karena adanya konflik antara NIVU (Nederlandsche Indische Voetbal Unie) atau Organisasi Sepakbola Hindia-Belanda di Batavia yang bersitegang dengan PSSI (Persatuan Sepakraga Seluruh Indonesia) yang telah berdiri 19 April 1930 dan diketuai Soeratin Sosrosoegondo. (denoutomobanget.blogspot.com).
Ternyata, dari sejak zaman sebelum merdeka pun PSSI sudah sering berkonflik dengan pemerintah hehe… Terlepas dari itu semua, setidaknya kita boleh berbangga bahwa kita lebih dulu masuk Piala Dunia dibanding negara Asia lainnya, Jepang sekalipun. Achmad Nawir dkk dengan gagah meladeni Hongaria pada saat itu.
Video kenangan Hindia Belanda (Indonesia) vs Hongaria https://www.youtube.com/watch?v=ZNcUbvqDnCQ
Indonesia-Hongarije 0-6, Kalah Sasoedahnja Kasi Perlawanan Gagah, begitu tulis sebuah koran saat itu.
Setelah kemerdekaan, tentu kita sering mendengar cerita tentang Timnas di Olimpiade Melbourne 1956. Merangsek ke Olimpiade Melbourne pada 1956, tim Garuda seolah terbang tinggi dengan kedua sayapnya. Mendapat bye pada babak pertama, akhirnya Ramang dkk harus berhadapan dengan Uni Soviet pada fase perempat final. Waktu itu Uni Soviet diperkuat oleh kiper nomor 1 se-jagat raya Lev Yasin. Hebatnya, pertandingan berakhir imbang 0-0. Akhirnya Uni Soviet berhasil menyingkirkan Indonesia 0-4 pada pertandingan replay 2 hari kemudian.
Dikutip dari kompas.com, memperingati 25 tahun meninggalnya Ramang, situs FIFA pernah mengulas tentang kehebatan Ramang ini dalam tulisannya. Meski pada akhirnya Indonesia bertekuk lutut 4-0 atas Uni Soviet, tapi hasil itu sudah dianggap sebagai dakian tertinggi Merah-Putih sepanjang sejarah.
“Bek-bek uni Soviet yang bertubuh raksasa langsung terbangun saat Ramang, penyerang lubang bertubuh kecil, melewati dua dari mereka dan memaksa (kiper Lev) Yashin melakukan penyelamatan dengan tepisan,” demikian tulis FIFA dalam artikelnya.
“Dan meski tim Gavril Kachalin memegang kendali penguasaan bola setelahnya, mereka dibuat frustrasi oleh kegagalan mereka menjebol gawang tim underdog dan oleh skill Ramang dalam serangan balik.”
“Pemain berusia 32 tahun (Ramang) hampir saja membuat Indonesia unggul, yang bakal menjadi puncak kejutan, pada menit ke-84 andai saja tendangannya tidak ditahan pria yang dikenal luas sebagai kiper terhebat dalam sejarah sepak bola,” lanjut FIFA.
“Jika Uni Soviet belum tahu siapa Ramang sebelum laga tersebut, mereka tentu saja memberi perhatian padanya menjelang laga ulangan.”
“Begitu besar perhatian mereka (kepada Ramang) (pada laga ulangan itu) Kachalin memerintahkan (Igor) Netto, playmaker tim (Uni Soviet), agar tampil dengan peran lebih defensif untuk.
menetralisir dampak pemain Indonesia bernomor 11 (Ramang). (Taktik) itu ada hasilnya. Uni Soviet menang 4-0.”
Kenangan manis setelah itu adalah pada pentas Sea Games 1987 dimana Indonesia menjadi tuan rumah. Medali emas pun berhasil dipersembahkan oleh Herry Kiswanto dkk dibawah asuhan pelatih lokal tersukses saat menangani timnas yakni Bertje Matulapelwa (alm). Kala itu, tim yang terdiri dari Ponirin Meka, Jaya Hartono, Robby Darwis, Herry Kiswanto, Marzuki Nyak Mad, Sutrisno, Budi Wahyono, Patar Tambunan, Nasrul Koto, Rully Nere, Azhary Rangkuti, Ricky Yakobi, Ribut Waidi sukses megatasi perlawanan Harimau Malaya dengan skor 1-0. Akhirnya Indonesia Raya pun berkumandang.

Herry Kiswanto, Robby Darwis, Ponirin Mekka, Ricky Yakobi, Patar Tambunan adalah sederet nama yang ikut mempersembahkan medali emas pertama tersebut. (Dok Bola)
Herry Kiswanto, Robby Darwis, Ponirin Mekka, Ricky Yakobi, Patar Tambunan adalah sederet nama yang ikut mempersembahkan medali emas pertama tersebut. (Dok Bola)

Bahkan sebelumnya pada Asian Games 1986 tim ini berhasil melangkah ke Semi Final setelah dihentikan tuan rumah Korea Selatan yang akhirnya menjadi juara. Pencapaian yang rasanya sangat sulit untuk diulang di masa sekarang.
Setelah sempat gagal di Sea Games 1989 (hanya peringkat ke-3) akhirnya prestasi emas kembali diukir timnas merah putih pada Sea Games 1991 di Manila. Kala itu timnas dilatih oleh pelatih asal Rusia Anatoli Polosin. Dengan kekuatan fisik hasil didikan pelatih Rusia ini, Ferryl Raimond Hattu dkk bak mempunyai tenaga kuda dan tidak dapat ditahan tim manapun di Asia Tenggara, termasuk Thailand yang dikalahkan di final dengan 4-3 (adu pinalti).
Pasukan merah putih kala itu Aji Santoso, Bambang Nurdiansyah, Eddy Harto, Erick Ibrahim, Ferryl Raymond Hattu, Hanafing, Heriansyah, Herry Setiawan, Kashartadi, Maman Suryaman, Peri Sandria, Rochy Putiray, Robby Darwis, Salahuddin, Sudirman, Toyo Haryono, Widodo C Putro, Yusuf Ekodono.
Setelah tahun 1991, praktis tidak ada lagi piala dari ajang bergengsi yang berhasil dikoleksi tim merah putih. Pasca-euforia itu, Indonesia bagaikan mengalami hibernasi. Piala bagaikan barang langka buat timnas sepakbola kita. Kita yang katanya dulu dipandang sebagai Macan Asia kini tampak tertidur pulas dan tak mampu bangkit. Sempat beberapa kali menjadi finalis Sea Games maupun Piala AFF, toh semua semua akhirnya berujung kegagalan.
Boro-boro memikirkan prestasi, saat ini persepakbolaan kita malah sedang kisruh, kegiatan kompetisi semua level terhenti. Pemerintah (Menpora) tidak mengakui kepengurusan PSSI yang baru saja terbentuk. La Nyala dkk meradang, FIFA sudah mengirimkan surat yang berisi deadline penyelesaian konflik yakni tanggal 29 Mei 2015.
Konflik serupa pernah terjadi tahun 2012 saat itu antara PSSI dan KPSI hingga akhirnya terjadi dualisme liga IPL dan ISL. Salah satu pengaruh nyata konflik waktu itu adalah pengiriman Timnas ke Piala AFF 2012. Timnas besutan Nil Maizar (dengan materi seadanya karena konflik PSSI – KPSI) akhirnya terhenti di babak penyisihan (peringkat 3).
Lalu sampai kapan ? Kami rindu prestasi, bukan kericuhan. Yang bisa kita lakukan hanya mengenang, nostalgia kejayaan timnas saja, sambil melihat mereka menonjolkan uratnya berdebat di TV. Salah kah jika kita menagih prestasi ?
Wassalam

Sepakbola Indonesia (Kapan Jaya ?)

Indonesia vs Kuwait

Masih ingat kartu merah yang diterima Ismed Sofyan pada Laga Pra Piala Asia 2011 antara Indonesia vs Kuwait pada 18/11/2009 yang lalu ? Lalu kartu merah Ilham Jaya Kesuma pada Piala Tiger 2005 pada saat melawan Kamboja yg lalu ? Itu hanya segelintir contoh bahwa pemain-pemain kita cenderung terbiasa bermain kasar, melakukan hal-hal yang gak perlu. Konyolnya pada pertandingan domestik (baca : LSI) hal tersebut dimaafkan atau tidak dikasih kartu oleh wasit. Pemain kita terbiasa seperti itu sehingga pada saat melakukan pertandingan internasional sering melakukan hal-hal bodoh yang seharusnya tidak dilakukan. Gara-gara hanya dengan 10 pemain, Indonesia akhirnya harus kehilangan poin penuh saat menjamu Kuwait. Atau Ilham akhirnya tidak bisa main di Final Piala Tiger 2005, meski akhirnya kalah melawan Singapura.

Siapa yang salah ? Wasit punya peranan dalam pembentukan karakter pemain. Mereka tidak tegas. Contoh dengan mata-kepala sendiri, tanggal 16 Nop 2009 kemarin saya nonton laga Divisi Satu antara Barito Putera Banjarmasin vs Persepar Palangkaraya.  Perkelahian, saling pukul, tendang tanpa berbuah kartu merah. Wasitnya gak ngerti peraturan, atau takut dengan pressure penonton. Sangat mengecewakan. Sudah lapangannya becek karena hujan, tidak rata sehingga bola sering memantul dan liar. Ini membuat bola sangat susah dikuasai, sehingga pemain lebih sering mengangkat kaki tinggi2. Alih2 mendapat tontonan sepakbola indah, yang ada cuma main tebas yang sangat berbahaya bagi lawan. Miris, sedit liat sepakbola kita seperti itu.

Jadi setelah wasit, adalah lapangan yang sangat tidak memenuhi syarat bagi permainan sepakbola, apalagi untuk laga international. Mungkin bisa dihitung dengan jari telunjuk stadion mana yang memenuhi syarat, minimal rumputnya rata. Kita bisa melihat pertandingan Liga Inggris yang menawan, Liga Spanyol yang indah, salah satunya karena rumput stadion yang rata. Bola mengalir deras, mudah dikontrol sehingga tidak banyak pelanggaran.

Jadi kalo infrastrukturnya aja kagak beres, mustahil kita akan berprestasi.

Pusing saya liat sepakbola Indonesia, meski saya sangat cinta Indonesia. Bravo Sepakbola Indonesia.

Lagi-lagi (KALAH)

Pemain Singapura Merayakan Gol ke Gawang Indonesia
Pemain Singapura Merayakan Gol ke Gawang Indonesia

Baru saja gagal di Grand Royal Cup di Myanmar dengan dikalahkan 2 kali oleh Myanmar, kini Indonesai harus kembali menelan kekalahan yang ke 4 kalinya atas Singapura di ajang AFF (dahulu Piala Tiger).

Kalah dari Myanmar di Grand Royal Cup, sungguh menyesakkan. Betapa tidak, Myanmar tidak memiliki Liga Domestik sebagus kita, kalaupun punya mungkin tidak jelas di tengah situasi politik yang panas. Harusnya kita juara pada event itu. Kita sebagai penggemar dan pendukung Tim Nas Indonesia, rasanya sudah cukup lama bersabar puasa gelar. Jangankan Piala Asia, apalagi Piala Dunia (mimpi kali yee…), wong Sea Games aja sudah lama sekali tidak juara, bahkan AFF CUP belum pernah sekalipun. Liga Indonesia sudah bergulir lebih dari 10 tahun. Bahkan ada Liga Super sekarang, tapi prestasinya bak jalan di tempat. Baik itu Tim Nas, maupun juara Liga Indonesia juga tidak bisa bersaing di kancah yang lebih tinggi. Juara Liga Indonesia harusnya mampu berbicara banyak di Liga Champion Asia, tapi apa, cuma jadi pelengkap penderita, meskipun sudah pakai pemain asing, hasilnya sama saja, jadi lumbung gol buat lawan. Gak usah membandingkan dengan Jepang atau Korea Selatan, atau Negara Timur Tengah lainnya, sekarang di kawasan Asia Tenggara aja Tim Nas sudah susah bersaing. Ada Thailand, Vietnam dan sekarang Singapura. Jangan terlena pada masa lalu, pernah menahan imbang Uni Soviet dll. Dari dulu itu saja yang dikenang, dulu sudah tidak bisa jadi ukuran lagi Bung, kondisi sekarang sudah banyak berubah. Thailand masih stabil sebagai macan Asia Tenggara. Klubnya juga pernah juara Liga Champions Asia di era 90an (Thaifarmers Bank). Lha kita, katanya liganya paling top se Asia Tenggara, tapi lawan Myanmar aja kalah (memang kita berhasil membalas di Piala AFF di Jakarta). Mending gak usah ada Liga Indonesia, kalo ujung-ujungnya prestasi Tim Nas gak ada. Bukankah muara dari Liga adalah pembentukan Tim Nas yang kuat.? Jepang membuat J-League, tidak usah lama menunggu, Tim Nas Jepang sudah bisa menjuarai Piala Asia, dan masuk ke Piala Dunia.

Kami ini sudah tidak bisa bersabar lagi, prestasi adalah HARGA MATI. Tolong itu dicatet oleh Bapak-bapak di PSSI. Kalo Liga Indonesia memang tidak bisa menelorkan prestasi mungkin harus di kaji ulang. Berapa duit yang sudah dihamburkan untuk memutar Liga gak jelas ini. Beberapa klub bahkan memakai dana APBD, yang notabene itu uang rakyat, apa gak konyol. Memang sekarang sudah dilarang, tapi tetap aja di”akalin” gimana caranya sehingga duit APBD tetep bisa keluar. Belum lagi uang yang buat membayar gaji pemain asing, berapa jumlahnya, apa kontribusinya buat pemain lokal ?

Kembali lagi, muara dari Liga adalah pembentukan Tim Nas yang tangguh. Kalo sudah lebih 10 tahun liga gak beres juga, mending gak usah ada liga.

Sekarang ada kekuatan baru, namanya Singapura. Memang negara ini pake jurus instan dengan naturalisasi sekitar 7 pemain dari luar. Apakah kita mau meniru ? Tapi prestasi 2 kali juara Piala AFF adalah bukti nyata, meski kita masih bisa mencibirnya. Tapi bukan hanya mencibir, harusnya bisa memberi bukti kepada mereka, bahwa kekuatan lokal pun mampu mengalahkan mereka.

Oalah, kapan mau berprestasi ?

Saya sedih…