Tag Archives: pak

Sate Kambing dan Bakmi Termahal di Dunia

Kesempatan akhirnya datang, tanggal 28 Maret 2015 ada acara keluarga di Bantul. Dengan berbekal tiket dari Traveloka saya dan mantan pacar pulang ke Jogja yang Istimewa itu. Ambil penerbangan Jumat sore pkl 18.00 Wita, so nggak usah pake acara cuti. Skip skip akhirnya JT 523 mendarat mulus di Adi Sutjipto Int Airport pkl 18.15 WIB. Istirahat satu malam di kamar kenangan waktu tinggal di desa dulu :). Skip skip..

Sabtu, 28 Maret 2015 setelah acara resepsi kawinan beres, sesuai rencana kami gunakan waktu yang singkat ini untuk wiskul. Kenapa pendek, karena Minggu siang 11.20 kami harus sudah kembali ke Banjarmasin. Berangkat sebelum maghrib, kami meluncur ke Bakmi Mbah Mo yang legendaris itu. Cukup 10 menit kami udah sampai di dusun Code, Bantul. Mantan pacar baru sekali ke Bakmi Mbah Mo, saya bilang di sini melatih kesabaran. Kalo udah lapar sekali mending nggak usah ke sini. Benar saja, masih pkl 5 sore lewat sedikit sudah ada 3 mobil yang parkir di depan warungnya si mbah. Pesan teh jahe sambil menunggu pesanan mi godog dan mi goreng. Teh jahe sudah habis setengah gelas, pesanan belum datang juga, sabarrr…. Memang ini sensasinya makan di warung ini, antri karena masaknya satu-satu. Sekarang sudah ada 3 tungku untuk masak, itupun masih lama nunggunya hehe..

Penampakan Warung Bakmi Mbah Mo
Penampakan Warung Bakmi Mbah Mo
IMG_20150328_173830
Menunya
IMG_20150328_180051
Satu Porsi Bakmi Godog (Rebus)

Serombongan bapak-bapak dengan logat Sumatera akhirnya membatalkan pesanan karena nggak sabar keburu lapar katanya. Kami hanya senyum-senyum saja melihat tingkah bapak-bapak tadi.

Akhirnya setelah 40 menit berselang, tibalah pesanan kami. Makannya 10 menit, nunggu pesanannya 40 menit. Tapi apa kami kapok ? Kami sepakat menjawab TIDAAAAK. Tunggu mbah, kami akan datang lagi. Hahaha… Pancen ngangeni.

Sempetin sholat maghrib di mushola deket warung bakmi, kami muter-muter Kota Bantul. Menunggu mi ini turun ke bawah, dan siap diisi lagi dengan kuliner yang lain. Pokoknya mumpung di Jogja, banyak yang harus dirasai.

Anda yang berasal dari Jogja, pernah tinggal di Jogja, atau sekedar pernah plesiran ke kota tersebut, tentu tahu Jalan Imogiri Timur. Ya, di jalan yang menghubungkan Kota Jogja dengan Imogiri (kota kecamatan) ini merupakan pusatnya kuliner sate kambing. Masuk wilayah Kabupaten Bantul, Jalan Imogiri Timur tak ayal sekarang menjadi surganya penggila sate kambing. Berderet warung sate kambing di sepanjang jalan itu. Konon jumlahnya lebih dari 50 warung, jika anda tidak percaya silakan hitung sendiri.

Nah, destinasi berikutnya adalah sate kambing khas Bantul. Maaf saja, di Banjarmasin kami nggak pernah merasakan sate kambing seenak di Bantul.  Pilihan akhirnya jatuh ke Pak Pong yang di sebelah Timur Stadion Sultan Agung itu. Janji ketemuan dengan temen lama di tempat itu, akhirnya kami reuni kecil sambil “nglathak.”

sate-pak-pong
Warung Sate Pak Pong (bantulmedia.com)
IMG-20140124-02693
Bakar Sate
wisatahandal-Sate-Klathak-Pak-Pong-yang-Dirindukan-2
Sampe lupa motret 🙂 (wisatahandal.com)

Terakhir awal tahun 2014 saya ke warung ini, tidak berubah, tetep saja ramai. Pesen 4 porsi sate klathak. Tahu kan ? Sate klathak yang dagingnya ditusuknya nggak pake bambu melainkan pake ruji (jari-jari) sepeda. Mungkin salah satu yang membuat penjualan jari-jari sepeda di Bantul tinggi adalah untuk tusuk sate, hahaha…

Cukup 2 tusuk seporsinya. Meski miskin bumbu, cuma garam dan merica, tapi rasa dan aroma sate klathak tetap luar biasa mak nyuss. Dagingnya empuk sekali. Ditemani teh plus gula batu membuat obrolan ngalor ngidul nggak berujung. Hampir 2 jam nglathak, makannya 20 menit, selebihnya ngobrol sambil nunggu hujan reda hehe. Lepas kangen2an sama temen lama, akhirnya kami pulang dengan perut kenyang.

Sebenarnya jika Anda pengin suasana yang lebih seru, saya sarankan mencoba sate klathak Pak Bari atau Pak Jono yang di dalam pasar Wonokromo. Warung satenya di dalam pasar. Anda makan sate di los-los pasar. Seru sekali pastinya.

Sate Klatak Pak Bari, Semoga Cukup Mewakili Fotonya (arsip.tembi.net)
Mudahan Cukup Mewakili Fotonya (tembi.net)

Nah, kenapa kedua makanan tadi saya katakan termahal  di dunia, coba hitung saja.

Tiket Pesawat BDJ – JOG – BDJ untuk 2 orang 2,4 juta. Masak 2 porsi mie dan sate harganya lebih dari 2,4  juta ? Mahal bukan ? 🙂

 

Perjalanan Panjang (Banjarmasin – Surabaya – Jogja) PART- 3 (Habis)

Setelah tertahan selama 1 jam lebih karena terhalang truk yang belum bisa keluar, akhirnya pkl 21.30 saya bisa keluar dari lambung kapal Kumala. Kondisi air yang pasang menyebabkan posisi kapal agak naik ke atas sehingga jalan keluar menjadi sangat curam dan itu berbahaya untuk truk-2 dengan body besar dan panjang, dan juga muatan yang berlebih. Tapi kemampuan crew Dharma Lautan dan kelihaian sopir-2 itu snagat membantu proses ini. Saya sempat keluar melihat keadaan sambil menunggu selesainya bongkar muat ini. Sementara para penumpang masih ditahan di ruang tunggu pelabuhan. Wah, pasti molor keberangakatn kapal ini ke Banjarmasin. Akhirnya mobil saya berhasil keluar nomor 4 dari deretan truk terakhir.

Saya langsung memacu mobil menuju jalan tol yang rutenya telah saya pahami, dari info seorang petugas Dharma Lautan (Agus namanya) yang saya kenal sewaktu saya menunggu proses keluarnya kendaraan dari dalam kapal. Setelah mengisi bahan bakar saya langsung masuk tol, perjalanan sangat lancar hingga akhirnya saya eluar di pintu tol Waru. Dari Waru saya langsung menuju Mojokerto melewati Krian. Kondisi gerimis menyebabkan saya tidak bisa memacu kendaraan dengan maksimal. Perjalanan sangat lancar, meski saya baru sekali menyusuri jalan itu (sebagai sopir), tapi keberadaan rambu-rambu yang ada sangat membantu dan sangat jelas.

Jam 11 kurang saya sampai di Mojokerto, setelah putar-putar sedikit melihat keadaan malam sambil mencari penginapan, akhirnya saya melewatkan malam di sebuah penginapan di Mojokerto.

Keesokan harinya 13 Des 2008 jam pukul 6.30 saya memulai perjalanan panjang saya dari Mojokerto menuju Jogja.

Lepas dari Mojokerto, perjalanan lancar-lancar saja pagi itu. Saya cukup menikmati perjalanan, meski saya menempuh perjalanan seorang diri, tapi kondisi mobil yang prima serta jalan yang relatif bagus membuat perjalanan ini cukup menyenangkan. Mojokerto menuju Jombang hanya 27 km, cukup dekat. Apalagi nyaris di kiri dan kanan jalan sudah ramai, tidak terputus rawa atau hutan seperti di Kalimantan.

Dari Jombang ke Nganjuk juga hanya sekitar 40 km, jadi tidak terlalu lama waktu tempuhnya. Saking asyiknya menikmati perjalanan, gak terasa perut saya keroncongan. Saya baru sadar kalo saya belum sarapa dari pagi.

Menuju Caruban
Menuju Caruban

Dari Nganjuk menuju Caruban kira-2 berjarak 30 km. Saya sempat menikmati pemandangan hutan jati di daerah Caruban. Kondisi jalan yang padat dan menanjak membuat truk-2 antri untuk menaiki tanjakan. Saya manfaatkan untuk menikmati pemandangan hutan jati yang rindang. Mungkin sangat langka pemandangan hutan di Pulau Jawa. Sampai di Caruban pukul hampir pukul 9, setelah mengisi bensin, saya langsung tancap menuju NGawi yang berjarak sekitar 34 km.

Akhirnya setelah melewati Ngawi, Mantingan, saya memasuki Propinsi Jawa Tengah pukul 10.20 wib. Tepatnya di kota Sragen. Saya sempatkan makan tongseng di Sragen. Saya memang hobi makan tongseng dan sate kambing. Cuma di Banjarmasin selain mahal, juga tidak ada sate dan tongseng yang bumbunya sesuai selera saya. Akhirnya saya dapatkan juga tongseng dengan bumbu yang khas tidak seperti di Banjarmasin. Biasanya kalo pas mudik ke Jogja, saya selalu menyempatkan makan sate TIBAN, di jalan Imogiri Barat, tepatnya di daerah Sudimoro. Itu sate langganan saya sejak saya masih SMA dulu.

Selamat Tinggal Jawa Timur, Selamat Datang di Jawa Tengah
Selamat Tinggal Jawa Timur, Selamat Datang di Jawa Tengah

Setelah melewati Sragen dan sebelum masuk Palur, saya ambil jalan by pas agar tidak melewati macetnya kota Solo. Sesampainya di Mojosongo saya berubah pikiran, saya tak ingin melewatkan suasana Solo yang dulu di tahun 2002 pernah saya tinggali meski hanya 6 bulan.

Saya menyusuri dari Arah Pasar GEde menuju Kraton, Pasar Klewer, Jl Dr. Rajiman hingga akhirnya Tipes dan kembali ke Jalan A. Yani. Tempat dimana saya dulu banyak kenangan di daerah Purwosari. Masuk Jl. A. Yani ternyata ada Solo Square, setelah itu ada Carefour (bekas Alfa). Wah, jalanan di kota Solo sungguh berubah. Saya bener-2 tertinggal informasi setelah sekian lama tidak mengunjungi Solo.

Lepas dari Kartosuro, saya tidak lagi menyia-nyiakan waktu untuk segera memacu mobil menuju Jogja. Delanggu, Klaten, Prambanan dan akhirnya tepat jam 14.30 saya sampai di rumah saya, di kota tercinta Imogiri. Saya melihat angka di pengukur jarak menunjukkan angka 402,4 km. Artinya dari Surabaya menuju Jogja (tepatnya rumah saya) saya telah memepuh perjalanan sepanjang 402,4 km. Kira-2 jaraknya sama dengan Banjarmasin – Sampit. Jarak yang biasa saya lahap kalo pas Up Country. Cuma bedanya, jalan dari Palangkaraya menuju Sampit tidak cukup bagus.

Pada tulisan berikutnya, saya akan mengajak rekan-rekan menyusuri Imogiri (tepatnya makam raja-raja Mataram) dengan minuman khasnya yaitu WEDANG UWUH.